
Cahaya Kemenangan di Balik Gelap Idulfitri adalah momen kemenangan, bukan hanya setelah sebulan berpuasa, tetapi juga kemenangan atas diri sendiri.
Di Pesantren Sam’an, santri tunanetra merayakan hari suci ini dengan cara yang lebih mendalam—melalui doa, syukur, dan kebersamaan yang menguatkan hati. Bagi mereka, pagi Idulfitri bukan tentang warna-warni baju baru atau kemilau lampu takbir. Mereka tidak melihat gemerlap langit saat fajar menyingsing atau kilauan senyum di wajah keluarga. Tapi mereka merasakannya—dalam lantunan takbir yang menggema, dalam genggaman sahabat yang saling menguatkan, dalam ketulusan doa yang naik ke langit.
Saat gema takbir berkumandang, hati mereka bergetar. Setiap sujud adalah wujud syukur, setiap doa adalah harapan. Meski mata tak menangkap keindahan dunia, mereka merasakan kebesaran-Nya lebih nyata daripada siapa pun. Mereka melihat dengan hati, memahami dengan keikhlasan, dan menyambut kemenangan dengan penuh ketundukan. Lebaran di Pesantren Sam’an bukan tentang kemewahan atau perayaan besar. Tapi tentang makna mendalam dari Idulfitri itu sendiri—kesederhanaan, keikhlasan, dan kasih sayang yang tulus.
Tak ada perbedaan antara mereka yang melihat dan yang tidak, karena hakikat Idulfitri adalah tentang hati yang bersih dan jiwa yang kembali suci. Hari raya ini mengajarkan bahwa kemenangan sejati bukan tentang apa yang terlihat, tetapi tentang apa yang dirasakan. Tentang kebersamaan yang menghangatkan, cinta yang tak terbatas oleh indra, dan iman yang selalu menerangi hati. Selamat Idulfitri. Semoga cahaya kemenangan ini menyertai kita semua, dalam setiap langkah menuju kebaikkan.